Kesan & Pesan Leluhur PJ7

□ Kesan-Pesan Leluhur Pendiri PJ7

》Pendiri sekaligus pemilik PJ7

Cikal bakal pondasi berdirinya rumah/natah di Jl. Patih Jelantik No.7 Sanglah Denpasar Bali (PJ7) berkat usaha dan kerja keras dari leluhur Bapak-Emek (Gede Ipik-Nyoman Sulastri). Generasi penerus : anak, cucu dst wajib menjaga, memelihara, mempertahankan hasil jerih payah leluhur.

 

》Kesan dan pesan :

Dalam kesederhanaan dan kebersamaan yg

kuat dalam keluarga, kerukunan serta

keharmonisan kedua orang tua, orang tua dan anak2 beliau, diantara anak2 beliau saling berbagi dan saling mendukung. Ibarat satu kesatuan yg tidak terpisahkan.

Didikan dalam kehidupan nyata dalam hidup keseharian ditambah pesan2 sederhana dan

mendalam penuh arti dan makna :

– Tekek rage menyame ajak enem de bang

pegat (perkuat persaudaraan kalian ber-

enam jangan biarkan putus).

– Anak Bapak-Emek ada 6 (enam) sampai

kapanpun tetap enam. Tidak dibedakan

antara laki dan perempuan sama dalam

hal tugas, kewajiban, hak serta

tanggung jawab terhadap keluarga.

Demikian pula perlakuan leluhur terhadap

cucu2nya baik laki maupun perempuan,

dari anaknya yg laki maupun perempuan

perlakuan tetap sama tidak dibeda-beda

kan.

 

□ Pesan Pitara Putra Pertama Leluhur ke

Penerus Adik2nya & Generasi Berikutnya :

Pesan Pitara ke Nyoman :

 

Menjaga, memelihara, mengisi & member-

dayakan (monitize) PJ7 unt kesejahteraan

semua. Bagi yang sudah menyelesaikan pendidikannya dan memasuki dunia tenaga kerja diwajibkan untuk mengusahakan dan

mengupayakan memiliki tempat tinggal diluar PJ7 untuk nantinya hidup mandiri bila

kelak membina rumah tangga tidak berdesak-desakan di PJ7. Ini untuk menumbuhkan sikap mandiri, daya juang tidak mengharapkan yang sdh ada dan tersedia (napetin = mewarisi) yang bukan hasil dari usaha keringat sendiri. Menyadari bahwa hidup selalu berkembang sementara

Natah PJ7 luasnya tetap tidak akan mampu

menampung pertumbuhan keluarga besar PJ7 dan keturunannya. Bila hal ini tidak dipersiapkan dari awal akan berpotensi menimbulkan konflik dikemudian hari karena lahan untuk ditempati tidak akan mencukupi. Potensi konflik lainnya bila tidak diantisipadi sedini mungkin antara lain adanya pihak luar karena perkawinan dengan beda karakter, budaya, latar belakang dan lainnya. Dalam memilih pasangan hidup mengacu pada budaya jawa dengan memperhatikan faktor : bibit, bobot, bebet. Tujuannya tentu untuk memantapkan hati dan meyakinkan diri sebelum memutuskan memilihnya menjadi pasangan sehidup semati. Penentuan bibit, bebet dan bobot tentunya bisa menjadi salah satu aspek yang perlu menjadi pertimbangan dalam memilih kriteria jodoh ideal. Sebagaimana manusia tidak ada yang sempurna. Akan tetapi memperhatikan bibit, bobot dan bebet untuk meminimalisir potensi konflik kemungkinan yang akan terjadi. Perbedaan yang masih ada minimal sudah menjadi pertimbangan mampu diatasi baik dalam keluarga kecil terlebih bila dibawa kelingkungan keluarga besar agar keluarga kecil bahagia dan bisa rukun dengan keluarga besar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *